Tuesday, February 24, 2009

Tana Toraja, Land of The Heavenly Kings


Tana Toraja, South Sulawesi-Land of The Heavenly Kings

The road from Makassar or Ujung Pandand to Toraja runs along the coast for about 130 km's and then hits the mountains. After the entrance to Tana Toraja you enter a majestic landscape with giant gray, granites and stones and blue mountains at a distance after passing the market village of Mebali. They form a sharp contrast with the lively green of the fertile, rain-fed terraces and the rusty read of the tropical laterite soil. This is Tana Toraja, one of the most splendid areas in Indonesia.

Tana Toraja has a specific and unique funeral ceremony which is called Rambu Solo. In Tana Toraja, dead body is not buried, but it is put in Tongkonan for several times, even can be more than ten years until the family have enough money to held the ceremony. After ceremony, the dead body is brought to the cave or to the wall of the mountain. The skulls show us that the dead body is not buried but just put on stone or ground, or put in the hole.The funeral festival season begins when the last rice has been harvested, usually in late June or July, and lasts through to September.

By Air
Directly from Hasanuddin airport, Makassar or Ujung Pandang, proceed to TANA TORAJA (twice a week on tuesday and friday) through the airport of Rantetayo, near Makle, 24 km south of Rantepao and there is a bus service to town.

By Land
Buses to Rantepao from Ujung Pandang leave daily from Ujung Pandang. The journey takes 8 hours and includes a meal stop. Tickets should be bought in town but coaches actually leave from DAYA bus terminal, 20 minutes out of town by bemo. Coaches typically leave in the morning ( 7 am ), noon ( 1 pm ) and at night ( 7 pm).

Several companies in Rantepao run buses back to Ujung Pandang with the departure time and prices. The number of buses each day depends on the number of passengers.
Tourist who wants to stay in the heart of the city has many choices since there is lot of hotels available. Or if you had an adventurous soul, you can sleep in villages on the way.
Bemo is the best way to get to know the locals, besides chartered vehicles (minibuses and Jeeps) with or without driver. While you are in the village you can take a walk to move around.
  • Exploring the market; You should not to be missed going to the traditional market. Here you can get the top end of Toraja coffee beans [like Robusta and Arabica]. And several local veggies, fruits Tamarella or Terong Belanda and gold fish [ikan mas].
  • Visit Batu Tumonga Plateu; It means stone that facing to the sky. From here can be seen many volcanic stones comes up in between padi fields. And, several giant stones became cave graveyard. The views is pretty awesome. The huge of Tana Toraja [Toraja land] looks so lush and greenery. Like a patchwork in gradation hue of green color
  • Palawa is an excellent village to visit a Tongkonan, or a burial place still swarming with celebrations and festivals.
  • Take a side trip from Rantepao to Kete, a traditional village with excellent handicraft shops. Behind the village on a hillside is a grave site with lifesize statues guarding over old coffins
Most of the times, you can't eat at these locations; however more warung and restaurants appear along the road. You can also bring your own foods and drinks.

There is a souvenirs shop where you can buy everything specific from Tana Toraja. There are clothes, bags, wallets and other handicrafts.
Visitor are expected to adhere to local dress customs and to bring a token present, such as cigarettes or coffee whenever entered Tongkonan.
As roads are not always paved, it is necessary to use a jeep or walk, even when the weather is good (between May and October).

Beware with your head whenever going inside to Tongkonan, The Torajan traditional house.
Enrekang, Makale and Toraja Higland are surrounded by astonishing volcanic rocky cliffs. Do not miss it , just stop and take picture for awhile and you will not regret.


Further information

Tana Toraja Tourism, Art and Culture Department
Address : Jl. Ahmad Yani No. 62A, Rantepao, Tana Toraja, South Sulawesi (Celebes)
Phone : (0423) 21277,25455
Fax. : (0423) 25455
E-mail Address : pariwisata.toraja@gmail.com
Blog Address : http://www.xanga.com/pariwisata_toraja
Website : http://pariwisata.toraja.googlepages.com

Entri diambil dari: http://www.my-indonesia.info/

Monday, February 16, 2009

Buntu Kabobong


Buntu (Buttu) dalam bahasa Massenrempulu (Enrekang) berarti Gunung.
Buntu (gunung) Kabobong merupakan salah satu obyek wisata yang sangat terkenal di Kabupaten Enrekang. Kabobong dalam bahasa setempat berarti erotik. Menurut para geolog, struktur batuan gunung ini terdiri dari batu pasir yang merupakan dasar laut yang terangkat melalui proses yang cukup panjang sehingga terbentuklah gunung ini.

Buntu Kabobong menjadi menarik dan terkenal karena bentuknya yang sangat unik, yaitu menyerupai alat kelamin perempuan. Oleh karenanya, banyak orang menyebutnya Gunung Nona. Bentuknya yang unik tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan ingin menyaksikannya secara langsung. Selain dari jarak dekat, gunung ini juga dapat disaksikan dari pinggir jalan raya saat menuju Kota Enrekang dari arah Kota Makassar.

Buntu Kabobong terletak di Desa Bambapuang, Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, Indonesia. Pemandangan Buntu Kabobong dapat dinikmati dari jalan poros Enrekang - Toraja, tempat ini menjadi tempat peristirahatan yang tepat melepas lelah setelah melakukan perjalanan jauh dari Makassar atau dari kota-kota lainnya.

Desa Bambapuang terletak sekitar 253 dari Kota Makassar, atau sekitar 18 km dari Kota Enrekang. Perjalanan dari Kota Makassar ke Kota Enrekang dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat maupun roda dua selama 4–5 jam. Sedangkan perjalanan dari Kota Enrekang menuju lokasi wisata dapat ditempuh selama 20 menit.

Di sekitar lokasi, tersedia warung-warung yang menyediakan berbagai macam minuman ringan dan juga sebagai tempat istirahat

So, Suatu saat sempatkanlah mengunjungi tempat ini.

disadur dari: www.wisatamelayu.com, dengan sedikit penambahan

Sunday, February 15, 2009

Kedamaian dan kekeluargaan di Minanga

Minanga, sebuah kampung yang sejuk dengan keramahan penduduk dan alamnya. Terletak di desa Pebaloran, Kecamatan Curio, Kabupaten Enrekang, Sulsel. Dari Kampung ini kita dapat menyaksikan Keindahan Pegunungan Latimojong dari sisi Barat. Terletak diatas ketinggian menjadikan kampung ini memiliki cuaca yang sejuk (dingin) jadi, jika akan mengunjungi kampung ini, siapkanlah paling tidak jaket untuk menghangatkan tubuh terutama di malam hari.
Keseharian penduduk kampung adalah bertani. Jangan heran jika kampung ini terasa sepi disiang hari karena baik laki-laki maupun perempuan berangkat ke ladang atau sawah, sementara anak-anak bersekolah. Hasil pertanian utama sebagai sumber penghasilan adalah cengkeh, kopi, vanili dan sebagainya. Sebagian juga beternak ulat sutera. Kepompong (kokon) ulat sutera juga diolah sendiri menjadi benang sutera yang siap diolah manjadi kain. Pengolahan kokon menjadi benang disebut oleh penduduk setempat dengan “manggintir”. Hasil pertanian dijual ke pasar sudu, pasar terbesar di kabupaten enrekang, berjarak kira-kira 20 km dari minanga.
Kehidupan sehari-hari penduduk sangat bersahaja, sangat sederhana, pagi sampai sore ke ladang, malam harinya berkumpul dengan keluarga tercinta menikmati hasil jerih payah seharian. Sungguh indah. Pagi-pagi sebelum berangkat ke ladang biasanya dihabiskan dengan bercanda dengan keluarga sembari menonton berita di tv ditemani secangkir kopi hangat, kopi hangat ini bukan kopi produksi pabrik tapi diolah sendiri oleh para ibu. Kopi dari ladang disangrai terlebih dahulu sampai hitam pekat, selanjutnya ditumbuk. Sungguh alami.
Kesadaran penduduk akan pentingnya pendidikan sangat tinggi, walaupun di kampung ini hanya ada sekolah Madrasah Ibtidaiyyah (setingkat SD), tetapi setelah tamat MI, anak-anak akan dengan senang melanjutkan sekolah di desa tetangga yang telah memiliki sekolah setingkat SMP dan SMA, sebagian anak-anak ke sekolah dengan berjalan kaki yang cukup jauh, membanggakan bukan? Bukti kepedulian penduduk akan pentingnya pendidikan dapat dilihat dari banyaknya Sarjana di kampung ini. Mereka dengan sukarela akan kembali ke kampung untuk mengabdikan ilmu yang diperolehnya di bangku kuliah. Sungguh mulia. Selain karena keinginan untuk membangun kampung sendiri, para intelektual ini kembali ke kampung juga karena adanya kedamaian di kampung ini yang akan menarik mereka kembali, kampungku adalah cintaku, aku lahir disini, disini aku akan mengabdikan seluruh hidupku, begitulah filosofi yang mereka pegang.
Semua sisi dari kampung ini sangat indah, akan saya ceritakan lebih lanjut kawan.

Latimojong


Latimojong, pegunungan yang ditengah pulau sulawesi dengan banyak puncak, beberapa adalah yang tertinggi di sulawesi, seperti puncak rantemario, rantekambola, nenemori, sinaji dll. Pegunungan ini dikelilingi beberapa kabupaten yaitu kabupaten enrekang, kabupaten tana toraja, kabupaten luwu, kabupaten sidrap. Di kawasan pegunungan ini hidup binatang langka yang dilindungi, ANOA. Anoa adalah binatang khas sulawesi, sejenis kerbau/sapi tetapi tubuhnya lebih kecil.